Menteri Meutia Hatta kunjungi perempuan pesisir di marunda

Tanggal : 31 JULI 2005
Sumber : www.jakartautara.com/modules/news/article.php?storyid=639 - 32k -

Cilincing (Pos Kota) – Perempuan memiliki peranan strategis untuk meningkatkan komisi ikan dalam menu keluarga sehari-hari. Karena itu, mereka perlu dibekali pengetahuan bagaimana cara mengolah dan mendiversikasi produk ikan.

Menurut Meutia ikan merupakan makanan dengan sumber protein yang sangat tinggi. Jika saja masyarakat sudah terbiasa makan ikan sebagaimana menu sehari-hari, ia yakni kasus busung lapar tidak perlu terjadi.

“banyak perempuan yang kurang memahami tentang kandungan gizi dalam ikan. Karenanya jarang mereka menyajikannya dalam menu sehari-hari,” ujar Meutia.
Karena itu Meutia berjanji akan melakukan sosialisasi tentang pentingnya ikan sebagai sumber protein ini. Termasuk keterampilan mengolah ikan menjadi aneka makanan yang enak dan menarik.

Walikota Jakut Effendi Anas membenarkan bahwa banyak perempuan pesisir yang memang kurang mengetahui tentang manfaat ikan ini. Buktinya selain banyaknya kasus anak kurang gizi, pendududk di daerah pesisir pantai Marunda banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Kalau saja ikan sudah diolah menjadi produk olahan menarik, tentu ekonomi masyarakat setempat menjadi terangkat. Termasuk soal gizi anak- anak.

Karena itu pihaknya menyambut baik rencana Kementerian Pemberdayaan Kelautan untuk memberikan ketrampilan bagi perempuan pesisir di wilayah Marunda.
Ketrampilan mengolah produk ikan ini diharapkan bisa memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat setempat.

Kemiskinan Masyarakat Pesisir Disebabkan Rendahnya Pendidikan

Tanggal : 25 Juli 2005
Sumber : http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/7/25/e2.htm


Denpasar (Bali Post) -
Kemiskinan masyarakat pesisir Indonesia sudah mencapai angka cukup tinggi yakni sekitar 80 persen dengan pendidikan rendah. Padahal, wilayah pesisir yang mencapai sekitar 81.000 km merupakan salah satu kekayaan yang paling besar yang dimiliki Indonesia. Kekayaan ini bukannya tidak dimanfaatkan dalam berbagai bentuk kegiatan pembangunan, melainkan sudah digunakan untuk kegiatan perikanan, pariwisata bahari, dan pertambangan. Bahkan, sudah menjadi sumber hidup jutaan penduduk Indonesia. Demikian disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Ir. Ali Supardan, M.Sc. baru-baru ini.


Menurutnya, kemiskinan yang dialami masyarakat pesisir ini bisa terjadi karena masih rendahnya pendidikan dan banyaknya konflik kepentingan yang ingin memanfaatkan wilayah pesisir. Menyoal rendahnya pendidikan ini, ia mengatakan DKP sudah bekerja sama dengan Departemen Pendidikan untuk mengupayakan fasilitas pendidikan masyarakat nelayan. ''Kami juga berusaha mengupayakan agar pendidikan yang diperoleh masyarakat nelayan ini bisa gratis,'' katanya.


Diharapkan melalui pendidikan yang lebih tinggi, kesejahteraan masyarakat pesisir yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan ini bisa ditingkatkan. Selain itu, pemerintah juga menyalurkan program bantuan modal kepada masyarakat pesisir yang dinamakan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP).


Dia memaparkan selama 2000-2003, pola yang diterapkan dalam PEMP ini berupa bantuan dana bergulir yang bisa dipinjam dan dikelola koperasi. Namun, pada 2004 hingga saat ini sistem dana bergulir itu diubah dan diserahkan melalui perbankan. Dalam hal ini peminjam masih berasal dari koperasi, namun yang hanya koperasi simpan pinjam yang merupakan binaan perbankan dengan nama Swamitra Mina Koperasi. ''PEMP yang digulirkan sejak tahun 2004 murni menggunakan sistem perbankan,'' jelasnya.


Dia mengemukakan untuk 2005 ini besar dana PEMP yang disediakan pemerintah mencapai sekitar Rp 120 milyar untuk 147 kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Setiap kabupaten/kota memperoleh bagian sekitar Rp 600 - 800 juta. Secara umum, lanjutnya, berdasarkan beberapa laporan mengenai PEMP ini terdapat peningkatan pendapatan peserta program hingga 60 persen. Di samping itu, tumbuh pula minat menabung dari kalangan peserta dan semakin eratnya kerja sama antarindividu dalam hal pembagian informasi pasar. Lebih penting lagi, tekannya, keterikatan dengan tengkulak perlahan-lahan mulai bisa diminimalisasi.


Terkait konflik pemannfaatan ruang wilayah pesisir, dikatakan Supardan, saat ini telah ada rancangan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir (RUU PWP). Sementara ini, RUU tersebut masih berupa draf yang sedang disempurnakan. Bila telah rampung penyempurnaannya, draf RUU PWP itu akan dibawa ke DPR melalui pembuatan Amanat Presiden, karena sifatnya yang sangat diperlukan dalam waktu secepatnya. ''Kalau bisa 2005 ini sudah bisa disahkan, sebab keberadaan UU ini sangat penting untuk kepastian hukum jaminan usaha berbagai sektor yang menyangkut pemanfaatan laut dan wilayah pesisir,'' ujarnya. (kmb18)