ISFI Gelar Kegiatan Pengabdian Masyarakat

Tanggal : 23 Juli 2007
Sumber : http://www.suarantb.com/2007/07/23/Sosial/xdetil6.htm


Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap kesehatan masyarakat kurang mampu, Pengurus Daerah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (PD ISFI) NTB menggelar kegiatan Donor Darah, Pengobatan Gratis bagi Masyarakat Pesisir dan Seminar Ilmiah. Rangkaian kegiatan yang diadakan bertepatan dengan HUT ISFI tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kiprah PD ISFI NTB di tengah masyarakat.


Hal itu disampaikan Ketua Panitia kegiatan, Drs. Agus Supriyanto, Apt, kepada Suara NTB di sela kegiatan donor darah yang diselenggarakan di Mataram, Sabtu (21/7) lalu. Kegiatan Donor Darah, menurut pantauan Suara NTB cukup ramai. Beberapa pendonor darah tampak bergiliran mendonorkan darahnya. Sebelum mendonor, kualitas darah pendonor diperiksa terlebih dahulu. Kegiatan donor darah semacam ini tentunya sangat bermanfaat baik untuk kesehatan pendonor maupun masyarakat yang membutuhkan darah.


Mengenai kegiatan pengobatan gratis bagi masyarakat pesisir, Agus menjelaskan pihaknya sengaja memilih masyarakat Pesisir karena wilayah NTB banyak dihuni masyarakat nelayan yang identik dengan keadaan ekonomi kurang mampu. Karenanya, ia menganggap masyarakat nelayan sangat perlu untuk mendapatkan sentuhan pelayanan kesehatan melalui kegiatan pengobatan gratis. Target kegiatan yang diadakan di Puskesmas Ampenan ini, ujar Agus adalah sekitar 300 orang.


Tak ketiggalan, PD ISFI NTB, pada 5 Agustus 2007 juga akan menggelar Seminar Ilmiah yang mengangkat tema ''Kompetensi Apoteker dalam Memandirikan Masyarakat NTB untuk Hidup Sehat''. Menurut rencana, seminar tersebut akan menghadirkan pembicara dari PP ISFI, Farmakolog UGM, dr. Iwan Prihasto, Prof. Soewignyo hingga pemerhati hukum UNRAM, Dr. Galang Asmara, SH, M.Hum.


Di tempat yang sama, Ketua PD ISFI NTB, Dra. Gita Suciati, Apt, mengatakan saat ini sedang terjadi perubahan paradigma apoteker untuk menuju konsep ''Pharmacheutical Care''. Menurutnya, Apoteker saat ini diharapkan tidak hanya menjadi pihak yang menyiapkan obat semata, melainkan juga bertanggungjawab dari mulai proses penyerahan obat ke pasien hingga penggunaan, penyimpanan maupun pembuangan obat oleh pasien.


''Untuk itu, Apoteker harus kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya,'' tambahnya sembari menegaskan eratnya kaitan antara pasien, dokter dan apoteker. Perhatian terhadap proses pemberian hingga pembuangan obat, menurutnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Perubahan paradigma apoteker ini, menurutnya akan menjadi beban yang berat bagi para apoteker. Untuk itu, ia menegaskan bahwa apoteker harus memiliki kompetensi yang memadai dalam hal ini. ''Seorang apoteker harus profesional dalam bertugas,'' tegasnya. (aan/*)

Eko-Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Tanggal : 7 Juli 2007
Sumber : http://www.bunghatta.info/tulisan.php?dw.205


Mengunjungi suatu tempat biasanya dilakukan oleh seseorang maupun lebih dari satu orang, baik berdua, satu keluarga, satu kelas, satu kelompok, satu RT, atau satu kampung dengan tujuan tertentu untuk melihat dan menikmati keindahan alam merupakan aktivitas parawisata.

Selain tujuan tersebut diatas, parawisata pada saat ini berkembang jauh kedepan, seorang berpergian atau mengunjungi satu tempat atau lokasi lebih dari 24 jam dengan tujuan perjalanan untuk kesenangan, bisnis, keluarga, misi/pertemuan dan atau tidak untuk mencari nafkah maka dapat dikatakan seseorang tersebut sebagai seorang parawisata.


Banyak tempat dan lokasi yang berpotensi sebagai magnit wisata di Sumatera Barat, khusus untuk wisata bahari, mulai dari Pasaman, sampai ke Pesisir Selatan bahkan ke Mentawai sekalipun informasi tentang daerah tujuan wisata (DTW) dan potensi wisata dengan segala keindahan dan fasilitas serta kemudahan sudah di sampaikan ke masyarakat luas.

Akan tetapi sampai saat ini parawisata yang terkaitan dengan perairan masih belum menunjukkan tanda perkembanganya, walaupun dari data statistik terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan manca negara maupun wisatawan nusantara, dimana pada tahun 2003 untuk Sumatera Barat kunjungan mencapai 926.736 untuk wisatawan nusantara dan 57.283 untuk wisatawan manca negara.

Pola kedatangan wisatawan untuk wilayah Sumatera Barat dengan pusat kunjungan adalah di Kota Padang dan Bukittinggi, selanjutnya baru menyebar kebeberapa daerah lain. Sedangkan untuk wisata bahari lebih banyak wisatawan manca negara mengunjungi Kepulauan Mentawai yang menjadi daya tarik adalah adalah ombak (surfing), budaya lokal serta panorama alamnya yang indah. Sedangkan untuk daerah pesisir lainnya seperti Pasaman, Agam, Pariaman, Kota Padang, Pesisir Selatan masih belum menjadi daerah tujuan utama, walaupun dimasing-masing kabupaten terdapat lokasi dan potensi wisata bahari.

Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya sarana dan prasarana menuju lokasi serta masih rendahnya dukungan masyarakat terhadap kedatangan wisatawan. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat serta masyarakat belum melihat peluang wisata bahari sebagai salah satu sumber pendapatan.

Kota Pariaman terkenal dengan pulau-pulau kecilnya seperti Pulau Kasiek, Pulau Anso, Pulau Tangah, Pulau Ujung, dan Pulai Pieh (Kab.Padang Pariaman), masih belum menjadi daerah tujuan wisata, kecuali pada hari-hari tertentu saja.

Dalam mendukung kegiatan wisata bahari, perlu adanya keterlibatan masyarakat pesisir pantai di Kota/Kabupaten Pariaman dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisata bahari untuk ke empat pulau dan semua pantai yang indah dan menarik, baik untuk wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.

Meningkatkan peran serta masyarakat memang tidak, mudah perlu ada proses yang dilakukan secara terus menerus pada kelompok-kelompok masyarakat, sehingga apa yang diharapkan dari kegiatan parawisata mendapatkan dukungan dan manfaaat dari masyarakat disekitarnya.

Untuk saat ini keterlibatan masyarakat dikenal dengan pemberdayaan (enpowarmant) dimana keterlibatan masyarakat secara langsung didalam setiap kegiatan dan aktivitas yang dilakukan didaerahnya. Masyarakat dapat berperan dalam penyediaan fasilitas ke lokasi pulau-pulau kecil yang terdapat didalam wilayah perairan Kota/Kebupaten Padang Pariaman. Dengan mengunakan kapal, perahu payang ataupun “sampan boleng” dengan mesin 30 PK sudah dapat mencapai lokasi. Tentunnya dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat secara umum. Sehingga diharapakan dengan adanya penyediaan fasilitas oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau maka kegiatan berwisata di pesisir dan pulau-pulau akan diminati oleh masyarakat lokal selain wisatawam manca negara yang juga akan mengunjungi lokasi-lokasi wisata bahari tersebut.

Bahkan masyarakat dapat juga ikut berperan di dalam menyiapkan nasi di tepi pantai dengan membeli “nasi sek” yang sudah cukup terkenal, membeli “sala lauk”, atau karupuak baguak, kerupuk udang ataupun goreng ikan.

Tentunnya semua ini tidak lepas dari peran serta masyarakat dalam mendukung kegiatan parawisata bahari yang ramah lingkungan dan berbasis masyarakat. Dari segi ekonomi parawisata sudah menjadi suatu sektor industri terbesar didunia dengan tingkat pertumbuhan yang tertinggi dalam sektor jasa parawisata, dan seiring dengan pertumbuhan telekomunikasi dan teknologi informasi yang di perkirakan akan menjadi kunci sukses dalam pengembangan parawisata.

Kehadiran pulau-pulau termasuk juga gosong yang sangat banyak sekali dikawasan Perairan Kota/Kabupaten Padang Pariaman sudah dapat menjadi pendukung parawisata bahari apa lagi dengan sudah ditetapkannya Taman Wisata Laut (TML) yang sudah diresmikan oleh Pemerintah pada tahun 2001, serta juga penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kota Pariaman oleh Wali Kota Th 2006, juga untuk mendukung parawisata bahari.

Kehadiran Bandara Internasional Minangkabau di Kota/Kabupaten Padang Pariaman juga akan menjadi pemicu percepatan kedatangan wisata manca negara, apalagi setelah difungsikan bandara tersebut secara resmi di ujung bulan juni tiga tahun yang lalu. Serta akan di resmikannya Kereta Api Wisata, diharapkan pemanfaatan fasilitas kereta api semakin populer nantinya.

Manfaat ekowisata dengan memberdayakan masyarakat lokal juga akan berdampak dan dirasakan oleh warga Kota Padang tercinta dengan potensi 17 pulau-pulau kecil yang indah yang mempesona, semoga saja.

Ekowisata:Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Perlu Ditingkatkan

Tanggal : 6 Juli 2007
Sumber : http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2007070603051415


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemberdayaan masyarakat pesisir sebagai pelaku pariwisata sangat penting selain untuk menunjukkan identitas lokal. Selain itu, pemberdayaan juga untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang selama ini hidup di bawah garis kemiskinan.


Hal ini terungkap dalam diskusi bulanan yang membedah masalah pemberdayaan masyarakat dalam ekowisata di Sekretariat Cikal, kemarin.


Menurut Koordinator tim kreatif Cikal, Anfan, jika masyarakat pesisir bisa diberdayakan khususnya kegiatan pariwisata seperti membentuk kelompok industri kerajinan rumah tangga dengan membuat kerajinan baik makanan maupun kreasi seni. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak hanya memperoleh pencarian sebagai nelayan.


"Ini metode yang efektif sebagai solusi dari kebuntuan masyarakat pesisir yang mata pencarian utamanya sebagai nelayan tidak bisa lagi dijalankan akibat masih maraknya perusakan laut," kata Anfan.


Aktivis lingkungan yang juga seniman serbabisa ini juga menilai jika sendi-sendi perekonomian masyarakat pesisir (nelayan, red) sudah benar-benar hilang akibat aksi illegal fishing. Seluruh stake holders®MDUL¯ harus mampu menciptakan mata pencarian baru buat nelayan tradisional. Salah satu caranya pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu pelaku utama pariwisata.


Ia mencontohkan kondisi yang terjadi pada masyarakat pesisir Teluk Kiluan yang harus kehilangan mata pencarian yang sudah ditekuni sejak zaman nenek moyang sebagai nelayan pancing kini harus kehilangan mata pencarian karena illegal fishing. "Harus ada solusi yang tepat untuk ini semua, karena pemerintah dan aparat sepertinya setengah hati dalam menangani illegal fishing," ujar dia.


Kini, Yayasan Cikal berupaya mewadahi masyarakat Teluk Kiluan untuk memiliki keterampilan dalam membuat kerajinan tangan dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di Teluk Kiluan, mengingat saat ini jumlah wisatawan asing yang datang ke pusat konservasi lumba-lumba dan penyu ini terus meningkat.


Senada dengan Anfan, Ketua Cikal, Riko Stefanus mengatakan kegiatan ekowisata telah banyak membantu perekonomian masyarakat Teluk Kiluan dari yang semula hanya sebagai nelayan pancing biasa. "Lahan pencarian mereka diusik dengan illegal fishing dan perburuan lumba-lumba, sekarang sebagai kawasan konservasi, masyarakat setempat berupaya menjaga Teluk Kiluan dari aksi illegal fishing meskipun tanpa bantuan dari pemerintah daerah," kata Riko Stefanus.


Sementara itu, Fadliansyah, aktivis lainnya, menilai jika pemerintah daerah gagal dalam menangani illegal fishing di perairan Lampung sehingga mengakibatkan Lampung mengalami kerugian yang cukup besar dalam hal sumber daya hayati kelautan. "Kami tidak tahu apa sebenarnya fungsi kelautan dan perikanan dalam menangani aksi illegal fishing di Lampung karena jangankan berkurang, aksi illegal fishing justru makin marak terjadi," kata Fadliansyah.


Ia melihat jika pemerintah seperti menutup mata terhadap illegal fishing, padahal potensi kelautan sangat besar untuk diberdayakan dengan cara-cara yang sesuai aturan. "Nelayan Lampung itu sebenarnya bisa hidup sejahtera jika pemerintah benar-benar memperhatikan karena potensi kelautan kita cukup besar." SWA/E-2


Nelayan Kehilangan Mata Pencaharian

Tanggal : 4 Juli 2007
Sumber : http://www.posmetrobatam.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1428&Itemid=38

BATAM, METRO: Maraknya reklamasi pantai hingga daerah tangkapan nelayan dan industri-industri yang didirikan di pesisir pantai, membuat masyarakat pesisir menuai penderitaan. Seperti yang terjadi di pantai barat, Kecamatan Bulang, Puluhan industri galangan kapal telah berdiri di sana dengan aktifitasnya yang padat dan menebarkan polusi udara dan air laut.

Begitu juga di pesisir pantai timur, Belian, akibat reklamasi, air menjadi tercemar dan mengganggu ekosistem laut. Begitu juag yang terjadi di Pantai Tanjunguma.

Di satu sisi masyarakat pesisir atau hinterland sebenarnya bangga dengan tanah kelahiran mereka yang berkembang begitu pesat.
Tapi di sisi yang lain mereka justru menangis, karena ikan-ikan yang merupakan sumber rezeki dan penghidupan keluarga mereka menghilang entah ke mana.

Saat ini, menurut Abdul Rahim salah seorang tokoh masyarakat pesisir yang juga anggota Dewan Pendiri Forum Musyawarah Masyarakat Pulau (Formap) ribuan masyarakat pesisir gigit jari karena tak bisa melaut.

"Berapa banyak anak-anak kita yang tak bisa melanjutkan sekolahnya, karena orang tua mereka tak mampu membiayai," ujarnya, kemarin.

Masyarakat pesisir, lanjut Rahim merupakan masyarakat yang telah menyatu dengan laut, sehingga jika laut mereka tercemar dan tak ada lagi yang bisa digarap dari sana, maka putuslah mata rantai pencarian para masyarakat.

"Mereka tak punya keahlian lain, dari datuk, nenek mereka, sudah nelayan, itulah satu-satunya yang mereka boleh buat, kalau ikan-ikannya sudah tak ada, lantas apa yang mau mereka buat. Jadi buruh bangunan? Mereka tak bisa," ungkapnya.

Yang lebih tragis lagi, saat ini banyak para nelayan yang menjadi pengumul besi tua dari dasar laut. "Tapi itu pun beresiko, sudah berapa banyak orang pesisir yang ditangkap, karena dituduh mencuri besi, padahal yang mereka ambil itu besi yang sudah puluhan tahun di dasar laut," katanya.
Masalah yang dihadapi masyarakat pesisir saat ini, bukan hanya sebatas ekonomi lanaran kehilang mata pencaharian itu saja.

Tapi lanjutnya, masih banyak mereka yang hidup seperti saat penjajahan. "Ada beberapa daerah pesisir atau hinterland yang hingga saat ini belum masuk listri. Adapun yang sudah masuk, tapi listriknya hanya hidup pada malam hari saja, sedangkan siang hari padam total," terangnya.

Jika hal ini dibiarkan terus beralarut-larut, maka masyarakat pesisir tidak akan pernah berkembang. Dan saya nilai, yang salah dalam hal ini pemerintah, karena tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang," tudingnya.

Rahim berharap, baik Pemko Batam mau pun Otorita Batam, berbesar hati untuk menyamakan status masyarakat pesisir ini dengan masyarakat lainnya yang hidup di perkotaan Batam.

"Berilah mereka perhatian, bila perlu berikan mereka lokasi baru dan kemudahan-kemudahan bekerja, sebagai ganti laut yang telah dicemari," katanya.

Rahim juga tak segan-segan melaporkan pemerintah ke Komisi HAM, jika sikap pemerintah tetap tidak memperdulikan masyarakat hinterlan ini.(one)