Tanggal : 17 September 2005
Sumber : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=121636
Oleh Aris Kabul Pranoto
Masalah kemiskinan nelayan yang berdampak terhadap keselamatan generasi nelayan, baik di tingkat internasional, nasional maupun lokal telah mendapat perhatian serius. Lewat pertemuan tingkat menteri bertajuk Regional Ministrial Meeting on Millenium Development Goal's (MDGs) in Asia and The Pacific: The Way Forward 2015 di Jakarta, 3-5 Agustus lalu, masalah kemiskinannelayan itu menjadi topik bahasan utama. Pertemuan itu sendiri dilatarbelakangi Resolusi Sidang Majelis Umum PBB Nomor 59/145 yang mendorong negara-negara anggota PBB untuk turut serta secara konstruktif melaksanakan proses konsultasi formal di tingkat sub-regional atau regional menuju ke arah terselenggaranya High Level Plenary Meeting (HLPM).
Proses konsultasi tersebut diharapkan menghasilkan masukan strategis bagi penyelenggaraan HLPM, September 2005 ini. Salah satu hasil penting Jakarta Declaration adalah kesepakatan menyusun kerja sama konkret yang melibatkan semua pihak untuk mengurangi kemiskinan dan mencapai target MDGs secara tepat waktu.
Deklarasi Jakarta antara lain memperkuat komitmen mencapai MDGs pada 2015 dengan mengintegrasikannya dalam strategi kerja sama regional. Kemudian, meningkatkan solidaritas dan kerja sama konkret negara-negara di Asia Pasifik untuk melakukan upaya bersama dalam suatu kemitraan regional, serta mendorong upaya percepatan pencapaian MGDs melalui program tujuan jangka panjang dan program praktis jangka pendek melalui quick win.
Kenaikan harga minyak dunia dinilai dapat memengaruhi pencapaian MDGs. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama negara-negara kawasan untuk mengatasi masalah ini termasuk melalui pencarian sumber-sumber energi alternatif dan mendukung pelaksanaan efisiensi energi.
Deklarasi Jakarta menghasilkan pula komitmen meningkatkan ketersediaan sumber keuangan untuk pencapaian MDGs melalui pendanaan inovatif, seperti debt for MDGs swap dan skema melalui keuangan mikro bagi pencapaian tujuan-tujuan MDGs. Di samping, meminta Badan Komisi PBB untuk Asia Pasifik (UN ESCAP) menyusun roadmap pencapaian 2015 serta membantu mobilisasi sumber dana pembiayaan MDGs yang akan menjadi agenda bahasan pada pertemuan UN ESCAP ke-62 di Jakarta, April 2006.
Departemen Kelautan dan Perikanan sendiri melalui Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil telah memiliki program unggulan yang diimplementasikan sejak tahun 2001 berupa Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang diinisiasi untuk memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan terstruktur masyarakat pesisir. Program ini memiliki dua tujuan. Pertama, memfasilitasi proses transformasi kultur wira-usaha masyarakat pesisir ke manajemen modern berorientasi bisnis. Kedua, memfasilitasi pembentukan lembaga keuangan mikro (LKM): swamitra mina, BPR Pesisir, dan unit simpan pinjam.
Tujuan ini diupayakan dalam semangat desentralisasi sehingga pelaksanaannya menggunakan metode block grant langsung ke kabupaten atau kota dengan misi-misi tertentu. Pertama, peningkatan kualitas hidup masyarakat pesisir melalui peningkatan pendapatan. Kedua, perluasan kesempatan dan peluang kerja berusaha. Ketiga, peningkatan kualitas SDM. Keempat, pemanfaatan sumber daya lokal secara bertanggung jawab serta pelibatan masyarakat dalam upaya pelestarian dan peningkatan mutu lingkungan.
Program PEMP telah berkembang di 160 kabupaten/kota yang memiliki potensi pesisir. Lewat program ini diharapkan kesejahteraan masyarakat pesisir, khususnya para nelayan meningkat sehingga membawa dampak positif bagi pendidikan dan kesehatan anak-anak nelayan. Selain itu, dalam rangka menjalankan misi peningkatan kualitas SDM, telah dirintis program regenerasi nelayan karena akses pendidikan dan ekonomi nelayan sangat rendah, begitu juga akses memperoleh modal kerja. Regenerasi nelayan adalah sebuah terobosan untuk mempersiapkan SDM dengan mendidik putra-putri nelayan agar memiliki kemampuan dan keterampilan di bidang usaha perikanan.
Pola regenerasi nelayan mengembangkan proses kemitraan lewat kerja sama antara Departemen Kelautan dan Perikanan, pemerintah kabupaten, perusahaan pembimbing, akademisi kelautan dan perikanan. Pengembangan dilakukan melalui inisiasi pilot project regenerasi nelayan dengan sistem anggaran menggunakan Dana Ekonomi Produktif (DEP). Pilot project regenerasi nelayan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan telah dilaksanakan di Kabupaten Sumenep (Madura) Kabupaten Luwu dan Situbondo, dimulai sejak tahun 2003.
Program pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengutamakan asas manfaat dengan tetap menjaga sustainabilitas lingkungan. Hal ini mengingat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sangat peka dan rentan terhadap perubahan lingkungan. Untuk itulah, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara baik dan bijaksana dengan tetap memerhatikan kelestarian lingkungan yang berbasis masyarakat setempat.
Untuk mengelola sumber daya pesisir dan laut telah diterapkan kebijakan yang bersifat reaktif dan proaktif. Kebijakan reaktif lebih dititikberatkan pada rehabilitasi dan pemulihan ekosistem yang rusak, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat pesisir, pengembangan mata pencaharian alternatif serta pengayaan sumber daya pesisir. Sedangkan kebijakan proaktif mendesentralisasikan pengelolaan wilayah pesisir dan laut, menyusun kebijakan umum yang memberikan arahan bagi pemanfaatan sumber daya pesisir secara lestari, merumuskan manual perencanaan pengelolaan pesisir terpadu, serta menyusun RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir agar pemanfaatan sumber daya pesisir diregulasi secara bertanggung jawab dengan landasan hukum yang tegas dan jelas.
Salah satu strategi untuk mengatasi kelemahan kapasitas kelembagaan di daerah dalam pembangunan kelautan dan perikanan adalah mengembangkan Program Mitra Bahari. Melalui program ini, kelemahan sumber daya manusia dapat diperkuat universitas; dan kegiatan kelautan dan perikanan dapat diakselerasi melalui inovasi dan aplikasi iptek di bidang kelautan dan perikanan. Program ini juga memberikan manfaat kepada Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Kabupaten, Kota dan badan otonom daerah, sekaligus meningkatkan kapasitas perguruan tinggi itu sendiri. Penguatan kapasitas kelembagaan daerah ini memacu pertumbuhan ekonomi berbasis kelautan dan memperkuat otonomi daerah secara bertanggung jawab. ***
Penulis Kabag Hukum, Organisasi dan Humas Ditjen Kelautan,
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.