Tanggal : 29 April 2005
Sumber : http://www.bung-hatta.info/tulisan.php?dw.73
Indonesia sebetulnya bisa disebut Benua Maritim, mengingat lebih dari 20 juta kilometer persegi luasnya berupa laut. Bahkan sebanyak lebih kurang 50 juta penduduknya tinggal di kawasan pesisir pantai. Pembenahan SDM dan teknologi tepat guna dan modern diperlukan untuk mengelola kawasan maritim Indonesia, karena tanpa memperhatikan SDM dan teknologi sulit rasanya untuk mengeksplorasi kawasan maritim secara optimal.
Menurut Helmut, dalam sebuah buku yang diluncurkan belum lama ini, berdasarkan riset yang dilakukan Jerman, Norwegia, dan Denmark, menyebutkan bahwa masih banyak wilayah lepas pantai Indonesia yang belum dieksplorasi karena kelangkaan SDM. Padahal, sumber daya energi dan mineralnya cukup berpotensi. Bahkan, berdasarkan riset yang dilakukan Helmut dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), telah ditemukan substansi mineral dalam perairan Indonesia yang bisa dijadikan bahan bakar alternatif.
Substansi berupa gas “hydrate” ini sampai sekarang masih menjadi pengkajian serius antara ilmuwan Jerman dan BPPT dalam proyek gabungan Jerman dan Indonesia.
Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Nelayan oleh Ir. Eni Kamal,M.Sc
Pembangunan kelautan tidak hanya membutuhkan tenaga pengelola saja, melainkan harus lebih dari itu. Sebab, untuk eksplorasi dan penelitian menyeluruh atas segala sumber daya maritim Indonesia, dibutuhkan kesiapan lebih dari apa yang dimiliki sekarang ini.
Saya pribadi berpendapat, bahkan Amerika Serikat pun akan kesulitan mengelola benua maritim raksasa seperti yang dimiliki Indonesia,’’ demikian Helmunt memaparkan. Meski demikian, Indonesia tetap harus memperhatikan masalah maritimnya. Terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan dinilainya sebagai langkah yang cukup baik. Untuk tahap awal, saat ini setidaknya Indonesia lebih memperketat pengawasan wilayah maritimnya berkaitan dengan penangkapan ikan ilegal.
POTENSI BESAR, NELAYAN TETAP SAJA MISKINSeperti telah kita ketehui secara umum bahwa banyak potensi kelautan dan perikanan yang belum tergarap secara optimal. Selain tidak tergarap optimal, potensi sumberdaya yang melimpah di kawasan pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil juga belum siap digarap secara optimal. Sebab, SDM yang ada masih rendah, belum adanya dana yang cukup, serta belum adanya persamaan persepsi antara pengelola dengan pengambil kebijakan.
Masalah serius lainnya yang menyebabkan fenomena itu terjadi antara lain disebabkan minimnya peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat tetap tidak terangkat oleh potensi-potensi tersebut.
Kurangnya koordinasi dan kerjasama antara pelaku pembangunan (stake holder) kawasan pesisir, juga turut memberi andil yang besar terhadap persoalan yang membuat potensi pesisir kurang terkelola. Hal itu diperburuk oleh kemiskinan masyarakat pesisir, lemahnya penegakkan hukum, belum adanya rencana tata ruang pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil. Padahal, misalnya, penataan ruang di kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil merupakan langkah yang sangat penting dan strategis. Langkah tersebut, dimaksudkan untuk memanfaatkan ruang pesisir secara terpadu dan terencana serta terkendali.
Sumber : http://www.bung-hatta.info/tulisan.php?dw.73
Indonesia sebetulnya bisa disebut Benua Maritim, mengingat lebih dari 20 juta kilometer persegi luasnya berupa laut. Bahkan sebanyak lebih kurang 50 juta penduduknya tinggal di kawasan pesisir pantai. Pembenahan SDM dan teknologi tepat guna dan modern diperlukan untuk mengelola kawasan maritim Indonesia, karena tanpa memperhatikan SDM dan teknologi sulit rasanya untuk mengeksplorasi kawasan maritim secara optimal.
Menurut Helmut, dalam sebuah buku yang diluncurkan belum lama ini, berdasarkan riset yang dilakukan Jerman, Norwegia, dan Denmark, menyebutkan bahwa masih banyak wilayah lepas pantai Indonesia yang belum dieksplorasi karena kelangkaan SDM. Padahal, sumber daya energi dan mineralnya cukup berpotensi. Bahkan, berdasarkan riset yang dilakukan Helmut dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), telah ditemukan substansi mineral dalam perairan Indonesia yang bisa dijadikan bahan bakar alternatif.
Substansi berupa gas “hydrate” ini sampai sekarang masih menjadi pengkajian serius antara ilmuwan Jerman dan BPPT dalam proyek gabungan Jerman dan Indonesia.
Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Nelayan oleh Ir. Eni Kamal,M.Sc
Pembangunan kelautan tidak hanya membutuhkan tenaga pengelola saja, melainkan harus lebih dari itu. Sebab, untuk eksplorasi dan penelitian menyeluruh atas segala sumber daya maritim Indonesia, dibutuhkan kesiapan lebih dari apa yang dimiliki sekarang ini.
Saya pribadi berpendapat, bahkan Amerika Serikat pun akan kesulitan mengelola benua maritim raksasa seperti yang dimiliki Indonesia,’’ demikian Helmunt memaparkan. Meski demikian, Indonesia tetap harus memperhatikan masalah maritimnya. Terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan dinilainya sebagai langkah yang cukup baik. Untuk tahap awal, saat ini setidaknya Indonesia lebih memperketat pengawasan wilayah maritimnya berkaitan dengan penangkapan ikan ilegal.
POTENSI BESAR, NELAYAN TETAP SAJA MISKINSeperti telah kita ketehui secara umum bahwa banyak potensi kelautan dan perikanan yang belum tergarap secara optimal. Selain tidak tergarap optimal, potensi sumberdaya yang melimpah di kawasan pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil juga belum siap digarap secara optimal. Sebab, SDM yang ada masih rendah, belum adanya dana yang cukup, serta belum adanya persamaan persepsi antara pengelola dengan pengambil kebijakan.
Masalah serius lainnya yang menyebabkan fenomena itu terjadi antara lain disebabkan minimnya peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat tetap tidak terangkat oleh potensi-potensi tersebut.
Kurangnya koordinasi dan kerjasama antara pelaku pembangunan (stake holder) kawasan pesisir, juga turut memberi andil yang besar terhadap persoalan yang membuat potensi pesisir kurang terkelola. Hal itu diperburuk oleh kemiskinan masyarakat pesisir, lemahnya penegakkan hukum, belum adanya rencana tata ruang pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil. Padahal, misalnya, penataan ruang di kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil merupakan langkah yang sangat penting dan strategis. Langkah tersebut, dimaksudkan untuk memanfaatkan ruang pesisir secara terpadu dan terencana serta terkendali.
0 komentar:
Posting Komentar