Memaksimalkan Potensi Wilayah Pesisir

Tanggal : 29 November 2006
Sumber : http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=30173

Wilayah pesisir memiliki arti penting dan strategis bagi Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), baik dari segi ekologis, ketahanan pangan, ekonomi, keanekaragaman biologi, sosial budaya maupun keindahan alamnya, serta pencegahan terhadap erosi/abrasi, gelombang laut dan badai. Hanya saja, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia dewasa ini sangat rentan terhadap perubahan alam, baik karena alam itu sendiri maupun akibat ulah manusia (man made disasters). Sulsel dengan wilayah pesisir berupa panjang pantai 1.973,7 km dan luas perairan lautnya kurang lebih 48.000 km2, memiliki potensi yang sangat kaya akan berbagai jenis ikan dan kerang-kerangan sebagai sumber protein hewani, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan estuaria sebagai tempat memijah, dan mencari makan berbagai biota laut. Wilayah pesisir juga sebagai tempat permukiman masyarakat (nelayan), media transportasi laut serta sarana rekreasi dan penelitian.

Di samping itu, wilayah pesisir menyediakan sumber daya ekonomi untuk kegiatan perdagangan dan industri, sumber mineral, sumber energi, minyak dan gas bumi serta bahan-bahan tambang lainnya. Adapun keindahan pantai dan keanekaragaman terumbu karang dengan berbagai jenis biota lautnya mendukung pengembangan industri pariwisata.

Pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut di Sulsel, mampu bertahan terhadap krisis ekonomi yang multi dimensi dan berkepanjangan, namun di lain pihak eksploitasi yang berjalan terus-menerus terhadap sumber daya tersebut telah menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang kompleks dan adanya indikasi telah terlampauinya daya dukung ekologis. Akibatnya, muncul isu-isu strategis dan permasalahan menyangkut pengelolaan sumber daya oleh stakeholders di wilayah pesisir dan laut Sulsel.


* Isu Strategis dan Permasalahan Wilayah Pesisir

Masalah pengelolaan wilayah pesisir yang melahirkan kemiskinan masyarakat pesisir (nelayan), serta menimbulkan kerusakan lingkungan pesisir dipicu oleh beberapa faktor yang menjadi isu-isu strategis di Sulsel, yakni: Pertama, isu sosial budaya, meliputi rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), lambatnya perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat, buruknya sanitasi lingkungan permukiman, degradasi budaya dan semangat kebaharian, serta masih tingginya tingkat pertumbuhan penduduk.

Kedua, isu lingkungan, meliputi degradasi ekosistem
pesisir dan laut, tercemarnya wilayah pesisir, lemahnya penataan dan pengawasan pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Ketiga, isu kelembagaan, meliputi tidak terpadunya pengelolaan wilayah pesisir, lemahnya kelembagaan masyarakat dan pemerintah, lemahnya penegakan hukum di wilayah pesisir dan laut.

Keempat, isu pembangunan ekonomi, meliputi rendahnya daya tarik ODT wisata bahari, belum optimalnya pengelolaan perikanan tangkap, belum optimalnya pengelolaan perikanan budi daya, belum optimalnya pengelolaan bahan mineral, rendahnya aksesibilitas antarpulau. Faktor lainnya, yakni perubahan alam yang
sering mengancam kelestarian ekosistem maupun masyarakat pesisir, antara lain gempa bumi, tsunami, erosi, polusi, badai, banjir, gelombang pasang, abrasi, serta kenaikan permukaan air laut (global warming).

Adapun faktor yang disebabkan oleh perbuatan manusia (man made disasters), seperti konversi hutan mangrove untuk lokasi tambak dan perluasan kota dan kawasan industri, penambangan batuan di daerah karang laut dan penambangan pasir laut untuk bahan bangunan dan komersial. Bisa juga karena pencemaran akibat adanya praktik/kebiasaan untuk memanfaatkan laut sebagai tempat pembuangan berbagai limbah dan sampah serta eksploitasi sumber daya laut dan pesisir yang berlebihan (over exploitation). Tidaklah mengherankan, terjadinya bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Sulsel khususnya dan Indonesia pada umumnya dalam dekade terakhir ini telah mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa, serta kerugian ekonomi mencapai triliunan rupiah. Kerugian ekonomi tersebut menjadi semakin besar apabila memperhitungkan juga kerusakan sumber daya alamnya.


* Penanganan Wilayah Pesisir

Adanya proyek MCRMP, PEMP dan COREMAP I-II di Sulsel yang merupakan program nasional yang bersinergi dengan PWP di daerah dalam rangka optimalisasi, baik perencanaan maupun pengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut Sulsel, sangat membantu. Selain itu, juga merupakan jawaban atas pentingnya penataan dan penanganan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Sulsel yang SDA pesisir dan lautnya sudah mengalami kerusakan yang cukup parah (mangrove, coral reef dan ekosistem).

Dalam menghadapi isu dan permasalahan pengelolaan wilayah pesisir di Sulsel diperlukan upaya penanganan terpadu dan penyusunan kebijakan yang terintegrasi. Dengan demikian, pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan (sustainable).

Mencermati adanya dampak besar kerugian akibat bencana dari faktor alam dan ulah manusia, maka diperlukan serangkaian upaya penanggulangannya secara terpadu. Caranya, bisa dengan jalan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi, rekonstruksi dan restorasi) serta regulasi peraturan perundangan-undangan berupa Perda, Renstra dan Pedoman tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut secara terpadu.

Maklum, selain dapat berperan penting dalam mendukung pembangunan daerah, sumber daya pesisir juga berpotensi memicu konflik kepentingan di antara para pihak sebagai akibat dari terjadinya tumpang tindih kewenangan dan kompetisi dalam pengelolaannya. Berbagai contoh dalam beberapa kasus (rumput laut) di Kabupaten Takalar, Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba berupa over zonation/wilayah budi daya sehingga tidak memberi akses untuk dilewati alat transportasi laut, begitu pula dengan masih maraknya pengeboman, pembiusan dan penggunaan trowl
penangkap ikan di Pangkep dan sekitarnya. Atau, terjadinya berbagai benturan kepentingan antara upaya pelestarian sumber daya alam (konservasi hutan mangrove dan terumbu karang) dengan pertumbuhan perekonomian masyarakat (pembukaan lahan pertambakan dan budi daya).

Munculnya berbagai benturan kepentingan tersebut menjadi semakin nyata dengan belum adanya kesepahaman tentang definisi pengelolaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di daerah ini, plus strategi dan perda serta pedoman/petunjuk pelaksanaannya.


* Prospek Wilayah Pesisir

Banyaknya kabupaten/kota yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Sulsel merupakan prospek dan potensi SDA yang belum terkelola secara baik dan terpadu. Sebagai contoh Kabupaten Selayar yang memiliki pesisir dan pulau-pulau kecil dengan keanekaragaman ekosistem laut dan pulau-pulau kecilnya untuk pariwisata, di antaranya 50 persen atau 10.000 km2 dari total 21.000 km2 wilayah perairan di Selayar adalah perairan yang terdapat terumbu karang dan biotanya yang sangat indah. Bahkan 50 persen (5.000 km2) di antaranya berada di kawasan Takabonerate, sebuah perairan terbesar dan terindah ketiga di dunia dengan pemandangan bawah laut yang meliputi karang dan beragam ikan.

Menilik realitas itu, maka sesungguhnya daerah ini sangat prospek dijadikan Kabupaten Maritim. Maka, tekad Bupati Selayar H Syahrir Wahab untuk menjadikan Selayar sebagai Kabupaten Maritim, memanfaatkan momentum hari jadi yang ke-401 daerah ini, bisa dikatakan sebagai salah satu langkah maju.

Terlepas dari langkah maju yang diambil Pemkab Selayar, tidaklah berlebihan jika kita mengambil masukan, saran dan rekomendasi mengenai pengelolaan wilayah pesisir dari lokakarya ICZPM (Integrated Coastal Zone Planning and Management) yang belum lama ini digelar oleh MCRMP dan Bappeda Sulsel. Dari lokakarya itu, segala hal menyangkut pengelolaan wilayah pesisir dikupas habis yang muaranya bagaimana seluruh stakeholders, dapat secara bersama-sama membangun ketertinggalan, serta berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat wilayah pesisir pada masing-masing daerah kawasan wilayah pesisir di Sulawesi Selatan.

Tapi yang juga tidak bisa diabaikan adalah menentukan prioritas pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Dalam hal ini, hendaknya segera dibuat konsep dan regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda), Rencana Strategis (Renstra) dan Pedoman lainnya yang benar-benar sesuai dengan identifikasi karakteristik dan cocok untuk kondisi Sulsel. Di samping itu, kita juga harus terus berupaya meningkatkan kualitas lingkungan wilayah pesisir laut dan kehidupan masyarakat pesisir melalui kerja sama yang harmonis antar-stakeholders dan seluruh elemen pelaku pembangunan di Sulsel.

Terakhir, belajar dari pengalaman mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu (ICZM) dari berbagai negara di dunia seperti Xianmen, Tiongkok, yang sukses dalam aplikasi pengelolaan wilayah pesisir terpadu, dan negara-negara ASEAN lainnya, pemerintah pusat dan daerah hendaknya sesegera mungkin perlu memulai memikirkan/merencanakan dan mengkaji pengembangan konsep perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu (ICZPM), serta mengimplementasikan konsep tersebut dalam kerangka kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu serta pulau-pulau kecil di Indonesia dan khususnya di Sulsel, agar nantinya dapat mengejar ketertinggalannya dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut dari negara-negara lain yang sudah lebih maju. (**)

Sumber : Muhammad Arsani ; Pegawai Sub Bidang SDA dan Kelautan Bappeda Sulsel

0 komentar: