DKP DAN BPN KERJASAMA PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI BAGI NELAYAN

Tanggal : 15 November 2007
Sumber : http://www.depkominfo.go.id/portal/index.php?act=detail&mod=berita&view=1&id=
BRT071115153601

Jakarta,(Kominfo-Newsroom) - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengembangkan usaha-usaha ekonomi produktif bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat pesisir khsusunya di lima wilayah.

Melalui program sertifikasi tersebut diharapkan akses permodalan bagi nelayan akan lebih mudah.

“Sesuai hasil kerjasama dengan DKP, kami akan melakukan proses percepatan sertifikasi tanah bagi 1.500 nelayan dan masyarakat pesisir hingga akhir tahun, di lima propinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung dan Nusa Tenggara Barat, “ kata Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto usai penandatanganan MoU naskah kesepakatan bersama antara DKP dengan BPN, di Gedung DKP Jakarta, Kamis (15/11).

Saat ini masih banyak aset nelayan yang mati karena tidak tersertifikasi, dan BPN bersama DKP akan melegalkan sertifikat itu, jadi mereka bisa mengembangkan usahanya. Pihaknya juga mengidentifikasi dan kemudian memproses percepatan penetapanya.

Nota Kesepahaman ini dasarnya adalah suatu pemikiran dimana berupaya pemerintah melakukan revitalisasi pertanian, perikanan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurutnya, saat ini 37,09 persen penduduk Indonesia miskin, dan itu kurang lebih 16 kali penduduk Singapura, bahkan 66 persen dari penduduk miskin ini adalah penduduk pedesaan, termasuk didalamnya adalah nelayan, masyarakat pesisir, dan pembudidaya perikanan.

“Dari 66 persen penduduk miskin di pedesaan, ternyata 90 persen diantaranya bekerja tetapi tetap miskin. Mereka sudah bekerja begitu keras tetapi ternyata tetap miskin, yang paling menonjol disitu adalah karena ternyata mereka tidak mempunyai akses yang nyata terhadap sumber-sumber ekonomi, terhadap tanah, terhadap modal, terhadap teknologi, “ujarnya.

Sementara mengenai akses tanah yang juga mempunyai implikasi terhadap akses-akses yang lain ada dua kelompok yakni, kelompok pertama, sebenarnya punya tanah, tetapi aset mati, bukan aset hidup yang bisa dimanfaatkan, karena tidak ada kejelasan status hukumnya yang bisa dimungkinkan tanah-tanah ini yang bisa digulirkan di dalam konteks ekonomi, dan yang kedua, memang semakin besar masyarakat Indonesia yang tidak memiliki tanah.

Dalam kerangka itu, BPN atas persetujuan Presiden sudah melakukan dua hal besar, yaitu melakukan reformasi agraria yang akan segera dilaunching, dimana pemerintah akan mengalokasikan tanah yang begitu besar untuk kepentingan masyarakat sekaligus mendapat aset-aset masyarakat, sekaligus memberikan akses kepada masyarakat untuk kehidupan ekonomi dan politiknya.

Sekarang ini BPN fokus secara khusus menggunakan anggaran publik dari APBN maupun APBD untuk melakukan percepatan sertifikasi tanah masyarakat, terutama masyarakat miskin di pedesaan, pesisir, dan nelayan.

Dari periode sebelumnya, target yang dikembangkan oleh pemerintah sebesar 88.000 bidang tanah dan mulai tahun 2007 ini BPN plot menjadi 1,3 juta bidang tanah, sementara untuk tahun 2008 menjadi 1,52 juta di lima wilayah, yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat

“Kami harap jajaran BPN bisa bekerjasama dengan DKP, apakah masyarakat pesisir dan nelayan bisa ikut dalam program kami ini. Dan inii seharusnya banyak masyarakat nelayan dan masyarakat pesisir yang seharusnya bisa masuk, “ kata Joyo.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengungkapkan, adalah sangat ironis bila di tengah melimpahnya sumber daya kelautan dan perikanan, tapi masih terdapat masyarakat yang tidak mampu memberdayakan dirinya untuk meraih kesejahteraan hidup yang baik.

“Kita berharap BPN segera mengeluarkan sertifikat, agar nelayan dapat punya akses untuk mendapatkan bantuan permodalan, “ kata Freddy.

Ini adalah langkah strategis yang bagus yang dapat di kerjakan bersama-sama dan dengan kerjasama bahu membahu ini bisa mengatasinya. “Masyarakat miskin kita di daerah terpencil belum tersentu dan terutama yang populasi terbesar di Jawa. Ini juga menjadi masalah tersendiri, pada saat kita ingin membantu di Banten mendirikan perumahan nelayan, pada saat di pelabuhan, itu tanah milik nelayan jadi masalah karena tidak ada sertifikat, “ ujar Freddy.

Oleh karena itu, DKP optimis hingga akhir tahun ini mampuh mensertifiaksi 1,3 juta tanah nelayan di lima provinsin tersebut, dengan harapan tanah permodalan bagi nelayan akan lebih mudah.

“Data DKP saat ini jumlah nelayan dan masyarakat pesisir di dalam negeri mencapai 10 juta orang. Saat ini, DKP tercatat baru mampu mensertifikasi sebanyak 3 juta sertifikat tanah milik nelayan dan masyarakat pesisir, “ jelasnya.

0 komentar: