Tanggal : 22 Februari 2008
Sumber : http://www.pelita.or.id/baca.php?id=36434
Oleh : Syahruddin Hamzah
Meskipun sumber daya alam tersedia melimpah, namun nasib masyarakat pesisir pantai barat dan selatan (Barsel) tidak sebaik mereka yang bermukim di sepanjang pantai utara dan timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Realita itu dituding sebagai bentuk ketidakadilan Pemerintah Aceh dalam membagi kue pembangunan pada masa lalu, sehingga kini berdampak pada tingkat kesejahteraan yang masih sangat buruk dibandingkan mereka di pantai utara dan timur Aceh.
Bupati Aceh Barat Barat, Akmal Ibrahim, di hadapan peserta seminar sehari tentang strategi percepatan pembangunan kawasan pesisir Barsel Aceh yang terintegrasi membeberkan kondisi miris itu yang masih melilit berbagai sendi kehidupan masyarakat di sana.
Pesisir Barsel Aceh mencakup delapan kabupaten/kota, yakni Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barkotaat Daya, Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, dan Kota Sibulussalam.
Kesenjangan itu terlihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik sosial, budaya maupun dalam prilaku sehari-hari, akibat terlalu terlanjur menjadi \"anak tiri\".
Angka kemiskinan di masing-masing kabupaten di pesisir Barsel Aceh di atas 50 persen dari jumlah penduduk, kata Akmal Ibrahim.
Contoh lain disebutkan, kalau selama ini dikenal orang di wilayah utara dan timur meninggal akibat jalan aspal mulus, di pesisir Barsel meninggal karena dimakan buaya (Aceh Singkil), dimangsa harimau (Aceh Selatan) dan diamuk gajah (Aceh Barat).
Kasus tersebut membuktikan betapa senjangnya pembangunan antara pesisir dengan pantai utara dan timur Aceh, katanya.
Secara ekstrem, masyarakat di pesisir Barsel itu hingga kini belum menikmati hasil kemerdekaan, walaupun Indonesia telah 62 tahun merdeka, karena \"kue\" pembangunan yang ada selama ini pembagiannya tidak merata sampai ke pesisir Aceh.
Lebih sedih lagi, Aceh Jaya dan Aceh Barat merupakan dua kabupaten bertetangga yang terkena dampai bencana tsunami 26 Desember 2004 cukup parah, namun sukses rehabilitasi dan rekonstruksi bukan di daerah itu. Mengapa?
Tragedi tsunami telah berlalu tiga tahun lalu, tapi sarana pelayanan umum (kantor pemerintah), terutama di Aceh Jaya masih darurat yang terbuat dari papan, belum lagi nasib para korban yang selamat dari bencana alama itu, katanya.
Prioritas tahun 2008
Sementara itu, Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Prof DR Abdul Rahman Lubis MSi menyebutkan agenda pembangunan Aceh tahun 2008 lebih diarahkan kepada pemberdayaan ekonomi, kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Program lain meliputi pemeliharaan infrastruktur investasi, menata pendidikan yang bermutu, peningkatan pelayanan kesehatan lebih berkualitas serta pembangunan sosial budaya dan Agama.
Setidaknya tiga sektor ekonomi unggulan yang telah terindentifikasi untuk seluruh wilayah Aceh, yakni pertanian (agro-industri, agro-bisnis, kehutanan, perkebunan dan perikanan) serta perdagangan (termasuk transportasi regional), dan sektor pariwisata (wisata budaya, eko-wisata dan wisata bisnis).
Seminar yang diprakarsai Kaukus Pantai Barsel Aceh itu diikuti 1.000 peserta dengan menampilkan empat pamateri, yakni Bupati Aceh Barat Daya Akmal Ibrahim, Ketua Bappeda Abdul Rahman Lubis, Ir Elysa Wulandari MT (Unsyiah) dan pengamat Politik Fachri Aly (Jakarta).
Pengamat sosial dari Unsyiah, Elysa Wulandari, menyebutkan membangun wilayah pesisir Barsel Aceh harus mengedepankan kawasan permukiman pedesaan dan ekonomi pertanian terpadu yang berbasis pendekatan geografis perlindungan daerah bencana.
Solusinnya, pusat pengembangan dimulai dari permukiman pedesaan sesuai dengan karakter geografis dan potensi alam, seperti daerah aliran sungai dan rawa harus disesuaikan dengan kultur masyarakat di sekitar itu.
Perubahan peradaban masyarakat harus dilakukan secara bergenerasi melalui pendidikan dengan memunculkan kebutuhan masyarakat untuk bertempat tinggal di lokasi yang aman bencana dan dapat hidup secara terorganisir.
Hasilnya tidak diperoleh sesaat, tapi akan dirasakan para generasi mendatang di pesisir Barsel Aceh, katanya.
Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten IV Setda NAD T Harnawan menyebutkan kalau memang terjadi ketimpangan dalam pembagian kue pembangunan Aceh, ke depan harus diperbaiki, agar hasilnya dapat dinikmati masyarakat Barsel Aceh.
Sangat tidak arif kalau lari dari kenyataan, dan isu ketimpangan antara pantai utara dan timur dengan Barsel Aceh harus dicari solusi yang tepat dan cepat, katanya.
Pemerintah Aceh tidak keberatan untuk menata kembali bagaimana yang terbaik dalam membagi kue pembangunan Aceh, guna menghilangkan kesan pesisir Barsel Aceh sebagai anak tiri dan terpinggirkan.
Sebelumnya, masyarakat enam kabupaten pesisir Barsel Aceh (tidak termasuk Aceh Singkil dan Sibulussalam) sempat memunculkan wacana pemekaran provinsi yang terpisah dari NAD, karena mereka kesal diperlakukan tidak adil selama ini.
Apa pun langkah strategis yang dilakukan Kaukus Barsel Aceh tujuannya baik--hanya menuntut keadilan dan pemerataan pembangunan yang selama ini seperti sengaja ditelantarkan ketimbang pantai utara dan timur berkembang secara spektakuler.
Tuntutan keadilan dan pemerataan pembagian kue pembangunan Aceh itu merupakan hal yang wajar, setelah puluhan tahun tertinggal-kalau tidak disebut dizalimi untuk melanggengkan perdamaian hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sumber : http://www.pelita.or.id/baca.php?id=36434
Oleh : Syahruddin Hamzah
Meskipun sumber daya alam tersedia melimpah, namun nasib masyarakat pesisir pantai barat dan selatan (Barsel) tidak sebaik mereka yang bermukim di sepanjang pantai utara dan timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Realita itu dituding sebagai bentuk ketidakadilan Pemerintah Aceh dalam membagi kue pembangunan pada masa lalu, sehingga kini berdampak pada tingkat kesejahteraan yang masih sangat buruk dibandingkan mereka di pantai utara dan timur Aceh.
Bupati Aceh Barat Barat, Akmal Ibrahim, di hadapan peserta seminar sehari tentang strategi percepatan pembangunan kawasan pesisir Barsel Aceh yang terintegrasi membeberkan kondisi miris itu yang masih melilit berbagai sendi kehidupan masyarakat di sana.
Pesisir Barsel Aceh mencakup delapan kabupaten/kota, yakni Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barkotaat Daya, Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, dan Kota Sibulussalam.
Kesenjangan itu terlihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik sosial, budaya maupun dalam prilaku sehari-hari, akibat terlalu terlanjur menjadi \"anak tiri\".
Angka kemiskinan di masing-masing kabupaten di pesisir Barsel Aceh di atas 50 persen dari jumlah penduduk, kata Akmal Ibrahim.
Contoh lain disebutkan, kalau selama ini dikenal orang di wilayah utara dan timur meninggal akibat jalan aspal mulus, di pesisir Barsel meninggal karena dimakan buaya (Aceh Singkil), dimangsa harimau (Aceh Selatan) dan diamuk gajah (Aceh Barat).
Kasus tersebut membuktikan betapa senjangnya pembangunan antara pesisir dengan pantai utara dan timur Aceh, katanya.
Secara ekstrem, masyarakat di pesisir Barsel itu hingga kini belum menikmati hasil kemerdekaan, walaupun Indonesia telah 62 tahun merdeka, karena \"kue\" pembangunan yang ada selama ini pembagiannya tidak merata sampai ke pesisir Aceh.
Lebih sedih lagi, Aceh Jaya dan Aceh Barat merupakan dua kabupaten bertetangga yang terkena dampai bencana tsunami 26 Desember 2004 cukup parah, namun sukses rehabilitasi dan rekonstruksi bukan di daerah itu. Mengapa?
Tragedi tsunami telah berlalu tiga tahun lalu, tapi sarana pelayanan umum (kantor pemerintah), terutama di Aceh Jaya masih darurat yang terbuat dari papan, belum lagi nasib para korban yang selamat dari bencana alama itu, katanya.
Prioritas tahun 2008
Sementara itu, Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Prof DR Abdul Rahman Lubis MSi menyebutkan agenda pembangunan Aceh tahun 2008 lebih diarahkan kepada pemberdayaan ekonomi, kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Program lain meliputi pemeliharaan infrastruktur investasi, menata pendidikan yang bermutu, peningkatan pelayanan kesehatan lebih berkualitas serta pembangunan sosial budaya dan Agama.
Setidaknya tiga sektor ekonomi unggulan yang telah terindentifikasi untuk seluruh wilayah Aceh, yakni pertanian (agro-industri, agro-bisnis, kehutanan, perkebunan dan perikanan) serta perdagangan (termasuk transportasi regional), dan sektor pariwisata (wisata budaya, eko-wisata dan wisata bisnis).
Seminar yang diprakarsai Kaukus Pantai Barsel Aceh itu diikuti 1.000 peserta dengan menampilkan empat pamateri, yakni Bupati Aceh Barat Daya Akmal Ibrahim, Ketua Bappeda Abdul Rahman Lubis, Ir Elysa Wulandari MT (Unsyiah) dan pengamat Politik Fachri Aly (Jakarta).
Pengamat sosial dari Unsyiah, Elysa Wulandari, menyebutkan membangun wilayah pesisir Barsel Aceh harus mengedepankan kawasan permukiman pedesaan dan ekonomi pertanian terpadu yang berbasis pendekatan geografis perlindungan daerah bencana.
Solusinnya, pusat pengembangan dimulai dari permukiman pedesaan sesuai dengan karakter geografis dan potensi alam, seperti daerah aliran sungai dan rawa harus disesuaikan dengan kultur masyarakat di sekitar itu.
Perubahan peradaban masyarakat harus dilakukan secara bergenerasi melalui pendidikan dengan memunculkan kebutuhan masyarakat untuk bertempat tinggal di lokasi yang aman bencana dan dapat hidup secara terorganisir.
Hasilnya tidak diperoleh sesaat, tapi akan dirasakan para generasi mendatang di pesisir Barsel Aceh, katanya.
Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten IV Setda NAD T Harnawan menyebutkan kalau memang terjadi ketimpangan dalam pembagian kue pembangunan Aceh, ke depan harus diperbaiki, agar hasilnya dapat dinikmati masyarakat Barsel Aceh.
Sangat tidak arif kalau lari dari kenyataan, dan isu ketimpangan antara pantai utara dan timur dengan Barsel Aceh harus dicari solusi yang tepat dan cepat, katanya.
Pemerintah Aceh tidak keberatan untuk menata kembali bagaimana yang terbaik dalam membagi kue pembangunan Aceh, guna menghilangkan kesan pesisir Barsel Aceh sebagai anak tiri dan terpinggirkan.
Sebelumnya, masyarakat enam kabupaten pesisir Barsel Aceh (tidak termasuk Aceh Singkil dan Sibulussalam) sempat memunculkan wacana pemekaran provinsi yang terpisah dari NAD, karena mereka kesal diperlakukan tidak adil selama ini.
Apa pun langkah strategis yang dilakukan Kaukus Barsel Aceh tujuannya baik--hanya menuntut keadilan dan pemerataan pembangunan yang selama ini seperti sengaja ditelantarkan ketimbang pantai utara dan timur berkembang secara spektakuler.
Tuntutan keadilan dan pemerataan pembagian kue pembangunan Aceh itu merupakan hal yang wajar, setelah puluhan tahun tertinggal-kalau tidak disebut dizalimi untuk melanggengkan perdamaian hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
0 komentar:
Posting Komentar